MSDKI (Menulis sesuai dengan ke inginan )

 Jumat 8-juli-2022

 Hari  ke 29  menulis tiap hari di blogger 

 4.110 MSDKI  BUKU

 

  https://news.detik.com/kolom/d-4403021/guru-menulis-buku#

 

 Banyak materi pelajaran yang terasa melompat, ada proses berpikir yang dilewatkan, sehingga anak-anak sulit memahaminya. Itu masih ditambah lagi dengan tata cara penulisan yang juga masih rendah mutunya, sehingga banyak saya temukan kesalahan tata bahasa maupun pemakaian kosa kata serta ejaan.


Salah satu buku yang saya periksa profil penulisnya adalah buku pelajaran matematika untuk siswa kelas 4. Penulisnya masih sangat muda. Ia lulus dari jurusan pendidikan sains, pernah bekerja sebagai staf administrasi dan sedikit pengalaman menjadi guru bimbingan belajar. Hanya itu pengalamannya. Ia tidak punya banyak pengalaman sebagai guru.

Pengalaman adalah guru yang terbaik. Guru yang berpengalaman tentu merupakan guru yang terbaik dalam pengertian sebenarnya. Pengalaman mengajar sepuluh atau lima belas tahun memberi guru cukup informasi soal kesulitan yang dialami siswa dalam memahami bahan ajar, dan dari situ para guru bisa merumuskan pendekatan yang terbaik. Pendekatan itulah yang seharusnya tercermin dalam pola penulisan buku. Sayangnya sering hal itu tidak saya temukan.

Bagaimana seseorang yang tidak pernah jadi guru bisa menulis buku teks pelajaran? Entahlah. Waktu masih bekerja sebagai dosen saya pernah menulis diktat panduan praktikum fisika dasar. Sebenarnya sebagian besar dari materi diktat itu adalah terjemahan dari panduan praktikum yang dibuat oleh produsen alat-alat laboratorium. Jadi saya tidak menyusun substansinya. Untuk menyusun diktat itu saya harus melakukan sendiri praktikum, berulang-ulang, sambil memikirkan bagaimana saya mendeskripsikan langkah-langkah kerja yang akan dilakukan mahasiswa.

Dengan cara itu pun saya masih harus melakukan banyak revisi setelah diktat tadi dipakai oleh para mahasiswa, karena ternyata ada banyak hal yang sulit mereka pahami. Penulis yang tidak berpengalaman mengajar saya kira akan lebih sulit lagi memahami apa yang sulit dipahami para siswa.

Pada kesempatan lain saya temukan buku pelajaran fisika milik anak saya yang sekolah di SMA. Saya perhatikan isinya, kemudian saya periksa buku referensi yang dipakai. Kuat dugaan saya, buku itu berisi bahan dari buku-buku pelajaran di luar negeri yang telah mengalami ubah sesuai oleh penulisnya.

Menulis buku pelajaran sangat berbeda dengan menulis buku jenis lain. Idealnya buku-buku pelajaran itu ditulis oleh pakar pendidikan. Di negara-negara maju, buku pelajaran sekolah ditulis oleh profesor dalam ilmu yang diajarkan, atau dalam ilmu pendidikan. Misalnya, buku pelajaran fisika ditulis oleh profesor dalam bidang fisika atau pendidikan fisika. Dengan standar itu, buku pelajaran yang ditulis oleh orang tanpa pengalaman mengajar terasa seperti terhempas di dasar jurang.

Dua tahun yang lalu saya pernah diminta melakukan survei kecil soal pengadaan buku pelajaran. Fakta yang saya temukan, buku-buku pelajaran kita tidak standar. Pemerintah hanya menetapkan standar untuk kisi-kisi materi, sedangkan isi buku diserahkan pada penerbit dan penulis buku untuk meramunya. Saya tadinya berharap bahwa pemerintah punya tim yang bertugas menulis buku pelajaran yang distandarkan. Dengan begitu buku pelajaran bisa dikendalikan mutunya. Sepertinya hal itu tidak ada. Atau, kalau pun ada, bukunya tidak menjadi buku wajib. Sekolah-sekolah boleh memakai buku lain.

Kenapa seseorang yang tidak punya pengalaman mengajar bisa menulis buku pelajaran? Maksudnya, kenapa bukan guru yang berpengalaman yang menulis? Di antara berbagai sebab-sebab yang rumit, sebab utamanya adalah karena guru-guru kita sudah terlampau sibuk. Beban mereka terlampau berat. Waktu mereka habis untuk berpindah dari satu kelas ke kelas lain, kemudian mengisi berbagai formulir administrasi pendidikan.

Sebab lain, secara keseluruhan penguasaan terhadap materi pelajaran juga masih rendah. Boro-boro mencari jalan yang mudah bagi siswa untuk memahami materi, mereka sendiri masih kesulitan untuk memahami. Itu masih ditambah lagi dengan fakta lain, bahwa sangat sedikit dari para guru itu yang punya kemampuan menulis. Dalam hal ini saya masih sering mengoreksi kesalahan tata bahasa atau ejaan pada soal-soal PR yang dibuat para guru untuk anak-anak saya.

Melihat buku-buku pelajaran sekarang saya rasa sangat sulit berharap ada peningkatan mutu pendidikan kita. Segala macam persoalan substansial pendidikan kita tercermin pada buku itu. Saya berharap pemerintah memberi perhatian yang sangat serius soal ini. Buku-buku pelajaran kita sebaiknya diserahkan kepada para guru besar, serta guru-guru senior untuk menulisnya.

Sandungan utamanya adalah soal kemampuan dan tradisi menulis. Bahkan para guru besar di universitas pun jarang menulis. Banyak dari mereka yang tidak punya kemampuan menulis. Kemampuan menulis tidak dikembangkan, mereka tidak menjadikan menulis sebagai bagian dari kebiasaan akademis. Hal yang sama terjadi pada guru-guru.

Kita mungkin bisa menemukan guru-guru yang piawai dalam mengajar, meski jumlahnya tak banyak. Tapi, kalau diminta menulis, belum tentu mereka bisa. Mencari guru yang piawai mengajar sekaligus pandai menulis sungguh sulit.


# Salam Literasi

# MSDKI ( Menulis sesuai dengan ke inginan )

 Rusmana ST MM MSi. dari  SMKN 5 jakarta 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


                                                                                        

                                                                                        

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


                                                                                        

                                                                                        

 

 

 

 

 


                                                                                        

                                                                                        

 

 


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

SUKSES TIDAK MELIHAT USIA

Kiat Pembelajaran Seumur hidup

Inovasi Merdeka Belajar dan Merdeka Mengajar.