Resume 10

Senin 25 0ktober -2021

               Gelombang  21

               Tema                  ; Menulis itu mudah

               Nara Sumber     ;Dr Ngainun Naim

 CURRICULUM VITAE


 

Nama

:

Dr. Ngainun Naim

Tempat Tanggal Lahir

:

Tulungagung, 19 Juli 1975

Alamat Kantor

:

IAIN Tulungagung, Jl. Mayor Sujadi Timur 46 Tulungagung 66221.

Alamat Rumah

:

Parakan RT 11 RW 04 Trenggalek

No Telp.

 

 

Kantor

:

0355-321513

HP

:

081311124546

e-mail

 

naimmas22@gmail.com

Riwayat Pendidikan Formal

 

§  SDN Sambidoplang Sumbergempol Tulungagung, lulus tahun 1988

§  MTsN Tunggangri Kalidawir Tulungagung, lulus tahun 1991

§  MAN Denanyar Jombang, lulus tahun 1994

§  S-1  STAIN Tulungagung, lulus 1998

§  S-2  Studi Islam Universitas Islam Malang (UNISMA), lulus tahun 2002.

§  S3 Studi Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, lulus tahun 2011.

Karya Tulis Buku

 

1.      Menulis Itu Mudah (2021)

2.      Aktualisasi Pemikiran Islam Multikultural (Akademia Pustaka, 2020).

3.      Literasi dari Brunei Darussalam (Akademia Pustaka, 2020).

4.      Spirit Literasi (Akademia Pustaka, 2019).

5.      Teraju (Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2017).

6.      Proses Kreatif Penulisan Akademik (Akademika Pustaka, 2017).

7.      Merawat Nusantara (Malang: Genius Media, 2017).

8.      Menipu Setan, Kita Waras di Zaman Edan (Jakarta: Quanta, 2015).

9.      The Power of Reading (Yogyakarta: Aura Pustaka, 2013).

10.  Character Building (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012).

11.  Pendidikan Multikultural: Konsep dan Aplikasi, Cet. IV (Yogyakarta: Arruzz-Media, 2008).

12.  Islam dan Pluralisme Agama (Yogyakarta: Aura Pustaka, 2014).

13.  Self Development: Personal, Sosial, dan Spiritual (Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2015).

14.  35 Kompasianer Merajut Indonesia (buku bersama) (Jakarta: Kompas, 2013).

15.  Merajut Kerukunan Antarumat Beragama (Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2012).

16.  Pengantar Studi Islam (Yogyakarta: Gre Publishing, 2011).

17.  Sejarah Pemikiran Hukum Islam (Yogyakarta: Teras, 2009).

18.   “Resiko Menawarkan Pemikiran Liberal”, dalam Ulil Abshar-Abdalla, dkk, Islam Liberal dan Fundamental: Sebuah Pertarungan Wacana (Yogyakarta: eLSaQ, 2003).

19.  Teologi Kerukunan, Mencari Titik Temu dalam Keragaman (Yogyakarta: Teras, 2011).

20.   “Krisis dalam Dunia Pendidikan, Dimensi Kemanusiaan, dan Pengembangan Nalar Spiritual”, dalam Akhyak (ed), Meniti Jalan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003).

21.  Rekonstruksi Pendidikan Nasional, Membangun Paradigma yang Mencerahkan (Yogyakarta: Teras, 2009).

22.  Konservasi Lingkungan Berbasis Tradisi (Tulungagung: STAIN Tulungagung Press, 2011).

23.  Spirit Literasi (Tulungagung: Akademia Pustaka, 2019).

24.  Resolusi Menulis (SPN Grup, 2017).

25.  The Power of Writing (Yogyakarta: Lentera Kreasindo, 2015).

26.  Dan beberapa buku lainnya.

 

Demikian curriculum vitae ini saya buat, dan saya bertanggung jawab terhadap kebenaran isinya.

 

                          Tulungagung, 1 September 2021

 

                                             Dr. Ngainun Naim 

Cara Menulis Itu Mudah ?

Bapak Ngainun menyampaikan gambaran bagaimana cara menulis itu mudah yaitu :

1)        Mindset Pikiran Kita

   Pikiran kita harus disetting bahwa menulis itu mudah sehingga jika sudah disetting dengan kata mudah akan menciptakan mindset positif dalam pikiran kita jika menulis itu mudah.

2)        Ciptakan Menulis Sebagai Keterampilan Dasar

         Menulis bisa dianggap sebagai pendidikaan Sekolah Dasar, karena jenjang pendidikan yang paling mudah bagi seseorang siswa adalah saat menginjak Sekolah Dasar. Pada saat kita menempuh pendidikan ini banyak kemudahan dalam berpikir, pelajaran masih tingkat mudah dan awal diajarkan.Seorang yang terampil menulis tidak harus memiliki pendidikan yang tinggi, siapapun bisa menulis tidak memandang pendidkan yang dimiliki seseorang karena keterampilan menulis setingkat Sekolah Dasar.Modal awal dan kunci sukses dari menulis adalah Minat dan Kemauan Berlat Menulis dibagi menjadi empat Kuadran yaitu Kuadran Pertama adalah penulis yang mau dan mampu, Kuadran Kedua, penulis yang tidak mampu tapi mau, Kuadran Ketiga penulis yang mampu tapi tidak mau dan Kuadran Keempat adalah tidak mampu dan mau. 

 3)        Banyak Membaca

      “Syarat utama dalam menulis adalah membaca dan hukumnya Wajib. Membaca bukanlah hal yang sulit dilakukan bisa minimal 10 halaman dan dalam waktu 10 – 15 menit” Kata Bapak Ngainun.

        Budaya rajin membaca menciptakan mudahnya ide – ide baru yang muncul untuk menulis dan bisa mengembangkan berbagai ide yang ada dipikiran kita digabungkan dengan ide dari sumber bacaan yang kita baca. Pilihlah bacaan yang sesuai dengan minat dan bidang yang kita sukai.

       Membaca Bergizi

                                                              Ngainun Naim


Banyak orang yang semakin resah terhadap minat membaca masyarakat kita. Penelitian, survei, dan berbagai data yang ada menunjukkan bahwa minat membaca masyarakat kita masih jauh dari harapan. Tentu jika dibandingkan dengan negara lain. Jika tidak ada yang dijadikan sebagai pembanding, kita ya tetap unggul. Kan tidak ada saingannya.

Ada banyak sekali faktor yang menjadi penyebab rendahnya minat membaca masyarakat kita. Sistem pendidikan kita yang tidak mendesain anak-anak mencintai dunia literasi, akses bacaan terbatas, serangan teknologi informasi, dan banyak alasan lainnya. Semuanya bisa jadi benar adanya, meskipun pada beberapa kasus mungkin konteks sebabnya berbeda.

Saya tidak ingin berdebat tentang sebab karena bisa panjang dan berkaitan dengan banyak aspek yang berkait-kelindan. Perdebatan pada aspek sebab bisa juga memicu perdebatan yang kurang produktif. Aspek yang menurut saya jauh lebih produktif adalah bagaimana meningkatkan minat baca masyarakat kita.

Saya tidak memiliki obsesi besar dalam dunia literasi. Saya hanya mengajak kepada orang-orang yang berminat untuk membaca dan menulis. Sasaran saya adalah pembaca tulisan-tulisan saya di blog, facebook, story WA, kelas-kelas yang saya ajar, dan juga di grup-grup WA. Saya sesungguhnya tidak banyak mengajar tentang membaca dan menulis. Saya justru lebih sering memberikan contoh dengan menulis setiap hari.

Terkait dengan membaca, saya ingin bertanya kepada kawan-kawan. Buku apa yang terakhir Anda baca? Tolong jujur di jawab ya. Pertanyaan selanjutnya, apa saja yang Anda ingat dari buku yang Anda baca tersebut?

Pertanyaan sederhana, tetapi saya kira sangat substansial. Membaca itu penting dan saya kira itu sudah tidak perlu dipertanyakan dan diperdebatkan lagi. Persoalannya, apakah Anda juga rajin membaca? Jika belum, ayo membaca. Mari budayakan membaca. Media sosial itu tidak menyediakan bacaan bergizi. Seorang ahli menyebut jika bacaan di media sosial itu bisa diibaratkan kudapan ringan yang kurang bergizi. Membaca yang bergizi adalah membaca buku.

Membaca tidak harus banyak. Sedikit tetapi rutin itu jauh lebih bagus daripada banyak tetapi sebulan sekali. Tentu yang bagus rutin, banyak halaman, dan banyak yang diingat. Tapi ini berat.

 

4)        Meluangkan Waktu

Semua orang pasti memiliki banyak kesibukan maka untuk bisa menulis kita harus meluangkan waktu walaupun hanya 5 menit untuk menulis bisa di dalam laptop maupun handphone, yang penting kita harus konsisten melakukannya setiap hari dan istiqomah. Ingat “Luangkan Waktu Bukan Menunggu Waktu Luang”.

 

5)        Rajin Mengamati, Mencatat dan Mengolah

Seorang penulis memiliki indera pendengaran, penglihatan yang sangat peka. Setiap sesuatu hal yang bisa dijadikan tulisan dimulai dengan pengamatan dan mencatat hasil pengamatan. Setiap peristiwa, pengalaman bisa diamati dan dicatat untuk dijadikan sebuah tulisan.

 

Sebuah tulisan dihasilkan dari proses terus menerus, jangan beranggapan jika tulisan kita jelek dan tidak sempurna, insya Allah dengan berlatih menulis terus menerus akan menghasilkan sebuah karya. Sebuah konsistensi dalam menulis akan menghasilkan kualitas dari hasil tulisan.

 

6)        Belajar Menulis dari Penulis

Tidak ada kata terlambat untuk belajar. Belajar dari penulis profesional sangatlah penting karena mereka memiliki pengalaman yang sangat banyak di dunia menulis. 

Tipe dan Kuadran Menulis 

         Oleh Ngainun Naim 

Dunia menulis memang unik. Setiap orang yang menekuni dunia menulis selalu memiliki pengalaman personal yang unik. Ada suka duka, pengalaman mengesankan, dan banyak hal yang tidak mudah untuk diceritakan.

Secara sederhana orang yang menekuni dunia menulis bisa dibedakan menjadi beberapa tipe. Tipe pertama adalah mereka yang terus bertahan, berproses, dan menekuni dunia menulis sejak mulai berkiprah sampai sekarang. Bagi penulis tipe ini, menulis sudah menjadi bagian tidak terpisah dari kehidupan. Hari-harinya diisi dengan terus menulis dan menghasilkan karya. Cara kerjanya konsisten.

Penulis tipe pertama ini tidak kenal musim. Orangnya selalu bisa eksis meskipun zaman berubah. Karyanya terus saja muncul seolah tidak kenal jeda. Bagi kelompok ini, tugas penulis adalah menulis dan menulis.

Tipe kedua adalah penulis musiman. Maksudnya, ia produktif menulis tidak setiap saat tetapi bergantung kepada momentum. Bagi dosen, mereka baru produktif menjelang deadline laporan kinerja, deadline laporan penelitian, dan deadline lainnya. Saat semacam ini mereka sangat produktif. Setelah tugas selesai, menulis juga berhenti.

Profesi lainnya juga sama. Bagi tipe ini, dorongan eksternal menjadi penentu kinerja. Ketika tidak ada dorongan, aktivitas menulis cenderung pasif.

Tipe ketiga adalah penulis yang pernah produktif. Pada suatu masa, tipe ini sangat produktif dalam menghasilkan karya. Tulisan demi tulisannya terus saja bermunculan. Banyak orang yang mengagumi produktivitasnya.

Namun zaman berubah. Kehidupan penulis tipe ini juga berubah. Produktivitas yang pernah disandang perlahan mulai surut sampai kemudian hilang sama sekali. Tidak ada lagi karya yang dihasilkan.

Tentu ada banyak faktor yang menjadi penyebabnya. Bisa jadi karena kesibukan kerja, menulis tidak lagi memberikan keuntungan finansial, kalah dengan kehadiran para penulis baru, dan banyak sebab lainnya. Karyanya tidak lagi muncul. Namun demikian masyarakat pernah mengenalnya sebagai seorang penulis yang produktif.

Tipe keempaat adalah penulis yang pernah muncul dengan karyanya. Mungkin ia pernah menulis satu atau dua artikel. Bisa juga satu atau dua buku. Setelah itu tidak lagi ada karya yang terbit. Namun demikian sejarah mencatat bahwa penulis tipe ini pernah menorehkan karyanya.

Tipe kelima adalah penulis cita-cita. Ya, cita-citanya menjadi penulis. Namanya juga cita-cita, belum ada karyanya. Ia masih terus membangun cita-citanya, entah kapan akan terwujud.

Dalam perspektif berbeda, penulis buku produktif Nurul Chomaria membagi penulis menjadi beberapa kuadran. Menurut penulis lebih dari 70 judul buku tersebut, ada empat kuadran penulis. Kuadran pertama adalah penulis yang mau dan mampu. Di kuadran kedua, penulis yang tidak mampu tapi mau. Kuadran ketiga adalah penulis yang mampu tapi tidak mau. Adapun di kuadran keempat, adalah tidak mampu dan tidak mau. Jika kita sudah memahami di posisi mana kita, maka kita dapat menentukan langkah.

Baiklah, sekarang mari kita instropeksi diri. Anda termasuk tipe mana? Masuk kuadran yang mana? Anda lebih tahu. Namun yang lebih penting bukan tahu posisi tetapi apa yang akan Anda lakukan setelah mengetahui posisi diri Anda.

Literasi Sebagai Pilihan Hidup


Salah satu buku antologi bersama kawan-kawan

      Oleh Ngainun Naim

Menjadi penulis itu kerja sosial. Parametesuksesnya adalah ketika seorang penulis mampu mengantarkan orang lain untuk bisa menulisArswendo Atmowiloto 

Mungkin judul tulisan ini terlalu berlebihan. Namun sesungguhnya saya hanya ingin menegaskan bahwa jalan hidup saya sampai sekarang ini berkaitan erat dengan dunia literasi. Membaca, meneliti, dan menulis menjadi bagian tidak terpisaah dari aktivitas sehari-hari.

Inilah pilihan hidup saya. Sebuah pilihan yang sesungguhnya tidak sederhana. Ada banyak konsekuensi yang harus saya terima—positif atau negatif—dari aktivitas bergelut di dunia literasi ini. Meskipun demikian sampai sekarang saya masih dengan setia bergulat dengan dunia aksara.

Bibit awal untuk menekuni dunia literasi saya peroleh dari membaca majalah. Tentu bukan majalah milik sendiri karena orang tua saya tidak memiliki dana untuk berlangganan majalah. Terlalu mewah untuk berlangganan majalah atau koran. Majalah yang saya baca adalah milik orang lain. Sungguh saya merasa beruntung memiliki tetangga dan famili yang ketika itu berlangganan majalah. Beberapa majalah seperti Jaya Baya, Anita Cemerlang, Kartini, dan beberapa majalah lainnya saya baca secara gratis saat saya berkunjung ke rumah para famili pemilik majalah.

Interaksi dengan dunia bacaan itu—pelan tapi pasti—membuat saya memiliki mimpi untuk menjadi pengarang. Beberapa kali saya membaca tentang wawancara dengan pengarang yang dimuat di majalah. Isi wawancara yang paling berkesan adalah bagaimana proses kreatif mereka dalam menghasilkan karya. Setelah membaca tulisan semacam itu, saya kemudian membayangkan saya pada posisi pengarang itu. Betapa indahnya. Rasanya bahagia sekali seandainya tulisan saya dimuat dan dibaca oleh para pembaca dari berbagai daerah di Indonesia.

Jika ditelisik jejak awal saya “tercebur” ke dunia literasi maka jawabannya jelas, yaitu interaksi saya dengan majalah demi majalah di masa kecil. Majalah yang saya baca membuat saya kemudian memiliki mimpi untuk bisa menjadi pengarang. Memang butuh waktu sangat panjang dan perjuangan yang tidak ringan untuk mewujudkannya, tetapi saya merasakan betul bahwa membaca adalah kunci penting untuk menyemai potensi saya dalam menekuni dunia menulis.

Terkait dengan aktivitas membaca, saya menemukan pernyataan yang cukup menarik dari (Alm.) Hernowo. Dalam buku berjudul Membacalah Agar Dirimu Mulia, Pesan dari Langit (Bandung: MLC, 2008) Hernowo menulis:

Membaca akan membuat kita berpikir dalam bentuk yang terbaik. Membaca akan melatih kita untuk bertafakur. Bertafakur adalah berpikir secara sistematis, hati-hati, dan dalam. Membaca akan menghindarkan diri kita dari kegiatan yang asal-asalan dan tidak bertanggung jawab. Membaca akan menguji seberapa tinggi dan jauh kesungguhan kita dalam memahami dan memecahkan sesuatu.

Membaca memang penting namun ada aspek lain yang memperkuat minat saya untuk menekuni dunia literasi, yaitu interaksi dengan orang-orang yang telah menekuni literasi. Saat saya sedang duduk di MTsN, ada guru yang memikat saya. Beliau ke mana-mana menenteng buku dan membacanya saat senggang. Selain itu beberapa kali saya membaca artikel beliau di

Saat duduk di MAN, saya memiliki kiai idola dalam bidang literasi, yaitu KH A Aziz Masyhuri. Beliau merupakan kiai yang sangat rajin membaca dan menulis buku. Beberapa pelajaran di kelas menggunakan buku karya tulis beliau. Interaksi sebagai santri beliau menjadi pendorong saya untuk ikut mengikuti jejak beliau, walaupun saya hanya menulis hal remeh dan sederhana.

Inspirasi literasi dari KH. A. Aziz Masyhuri telah saya tulis secara khusus di buku yang diedit oleh Mbak Fathonah K. Daud dengan judul Mengenang KH. A. Aziz MAsyhuri (1942-2017) (Yogyakarta: Diva Pres, 2018). Di buku ini saya menulis catatan dengan judul “KH. A. Aziz Masyhuri dan Inspirasi Menekuni Dunia Literasi”.

Selain beliau, ada banyak kiai dan guru yang menginspirasi semasa saya studi di Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang. Para kiai dan guru tersebut adalah role model bagi saya dalam menjalani kehidupan, termasuk dalam persoalan literasi. Interaksi dengan para beliau menjadi modal penting dalam mengkristalkan gagasan dan persentuhan dengan dunia literasi.

Kuliah S-1 semakin meneguhkan minat saya untuk bisa menulis. Saya semakin sering membaca buku, koran, dan majalah karena memang bisa saya akses di perpustakaan. Saya juga menyaksikan para dosen dan kakak-kakak senior yang karya-karyanya kerap bermunculan di media massa. Selain itu pergaulan yang luas membuat saya semakin dekat dengan dunia menulis meskipun menulis itu sendiri masih sangat sulit untuk saya lakukan. Berat, sulit, dan berliku.

Kuliah di tingkat S-2 dan S-3 semakin meneguhkan minat saya untuk bergiat di dunia literasi. Jika dulu saya menekuni membuat artikel di koran dan resensi buku, belakangan saya mulai merambah dunia buku. Pelan-pelan saya menulis buku dan menawarkan ke penerbit. Tentu saja pada masa awal banyak penolakan yang saya terima. Namun saya terus menulis. Satu demi satu buku saya mulai diterima penerbit mayor. Kini saya sudah menulis buku yang cukup lumayan dari sisi jumlah.

Saya sangat bersyukur mendapatkan anugerah Allah berupa kemampuan untuk menulis. Banyak sekali orang yang berminat untuk menulis tetapi tidak juga berhasil mewujudkan minatnya. Banyak juga kawan yang sesungguhnya kemampuan akademiknya jauh di atas saya tetapi mereka tidak mau menulis. Kerkali-kali dalam banyak kesempatan saya sampaikan bahwa kemampuan menulis itu berkaitan dengan dua M, yaitu MAU dan MAMPU. Banyak yang mau tetapi tidak mampu menghasilkan tulisan. Demikian juga banyak yang mampu menulis tetapi tidak mau melakukan.

Seiring waktu mulai timbul keinginan mengajak orang lain untuk menekuni dunia menulis. Rasanya bahagia sekali saat saya bisa mengajak kawan yang awalnya sama sekali tidak berminat menulis menjadi berminat. Saya pernah memiliki seorang mahasiswa yang kini menekuni dunia aksara. Bukunya yang terbit sudah puluhan. Ada juga kawan yang produktif menulis artikel jurnal. Ada juga yang konsisten menulis di blog.

Selain mendampingi secara langsung kegiatan menulis, misalnya lewat pelatihan, saya juga bergabung dalam grup-grup menulis. Meskipun kondisi grup sangat dinamis terkait keaktifan menulis para anggotanya tetapi saya menikmati kondisi yang ada. Secara sederhana anggota grup terbagi menjadi: anggota aktif-rutin menulis, anggota aktif-kurang rutin menulis, anggota aktif-jarang menulis, anggota rajin menyimak, dan anggota yang menyimak pun tidak. Terlepas dari kriterianya, aspek yang lebih substansial adalah saya terus menunggui grup demi grup itu. Tentu ketika ada yang menulis, kebahagiaan saya membuncah. Rasanya bahagia sekali.

Saya juga mengajak banyak kawan untuk menulis buku antologi. Temanya bermacam-macam, sesuai dengan kondisi. Sejauh ini apresiasinya sangat luar biasa. Saya tidak menghitung berapa buku antologi yang telah terbit. Sepanjang kawan-kawan mau menulis saja bagi saya sudah merupakan sebuah kebahagiaan tersendiri.

Saya lebih berbahagia lagi karena banyak kawan yang kemudian mengembangkan tradisi menulis ini di komunitas mereka. Mereka membentuk grup, mengadakan pertemuan, menulis buku antologi, dan usaha-usaha kreatif lainnya. Sayap literasi semakin melebar dan memberikan inspirasi secara lebih luas.

Spirit literasi ini juga saya bawa ke lembaga tempat saya mengajar, yaitu UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Salah satu bentuknya adalah kewajiban mahasiswa yang KKN untuk menghasilkan satu buku wajib bagi setiap kelompok. Lewat program ini ratusan buku antologi telah ditulis oleh para mahasiswa UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.

Sebagaimana saya tulis di bagian awal catatan sederhana ini, menjadi penulis itu kerja sosial. Aspek ini yang menjadi pertimbangan utama. Apakah saya tidak rugi? Saya ingin mengajak pembaca sekalian untuk tidak melihat segala sesuatu dari ukuran pragmatis. Dari sisi waktu, tenaga, pikiran, dan materi ya tentu saya harus berkorban. Tapi saat melihat karya demi karya yang dihasilkan, kebahagiaan saya membuncah. Saya berharap mereka terus menekuni dunia menulis, menerbitkannya, dan kemudian memberikan banyak manfaat kepada orang lain. Lewat cara demikian saya berharap ada keberkahan dalam kehidupan saya.

Sungguh keberkahan menekuni dunia literasi dan mendampingi grup-grup menulis itu sangat luar biasa. Saya merasakannya. Saya bisa memiliki banyak sahabat lintas pulau. Saya juga merasakan keberkahan lain dalam bentuk diskusi dan juga menghadiri undangan-undangan dalam bidang literasi. Pada titik inilah saya semakin yakin bahwa pilihan hidup untuk menekuni dunia literasi merupakan pilihan yang tepat.

 Menulis dan Makluk Aneh                                                                                                

Dunia menulis sungguh unik dan menarik. Unik karena dunia menulis menghadirkan sangat banyak sudut pandang teoretis dan empiris. Menarik karena minat orang untuk menekuni dunia menulis tidak pernah surut. Fenomena belakangan justru menunjukkan adanya kecenderungan meningkatnya minat masyarakat terhadap dunia menulis. Hal itu ditandai dengan banyaknya peserta kelas-kelas menulis, khususnya online.

Meskipun demikian sesungguhnya menulis itu tidaklah sesederhana yang dibayangkan orang kebanyakan. Jika menulis itu sederhana dan mudah maka sudah sangat banyak para penulis yang kita miliki. Faktanya, menulis itu tidak hanya berkaitan dengan teori tetapi juga praktik. Nah, di level praktik inilah banyak yang tidak tahan. Satu demi satu mereka yang memiliki minat besar memasuki dunia menulis mundur secara teratur.

Sejauh yang saya amati, minat menulis tinggi terlihat saat ada kegiatan kepenulisan. Bisa workshop atau pelatihan, online atau offline. Saat kegiatan seolah semuanya begitu mudah dilakukan. Praktik menulis saat acara biasanya juga bisa dilakukan dengan baik.

Tetapi itu bukan ukuran. Ukuran sesungguhnya adalah usai pelatihan. Berapa persen mereka yang ikut pelatihan yang mampu bertahan?

Saya tidak tahu persis. Jika mau diteliti tentu butuh energi tersendiri. Secara sederhana saya membagi para alumni pelatihan itu menjadi beberapa tipe. Pertama, sekadar ingin menulis. Keinginan itu bisa jadi muncul karena melihat penjelasan mentor yang terlihat mudah dan sederhana. Mereka membayangkan jika menulis itu mudah. Buktinya saat pelatihan banyak peserta yang terlihat mudah menulis. Namun saat mencoba tetiba kemudahan itu sirna. Adanya adalah kesulitan. Tidak butuh waktu lama untuk lenyapnya keinginan itu. Ia merasa tidak berbakat. Ikut pelatihan pun bergeser menjadi ingin mendapatkan sertifikat.

 

Tentu ini penting kita hargai karena ada keinginan untuk ikut acara dan bisa menulis. Persoalan kemudian berhentu di tengah jalan itu persoalan lain. Begitu juga dengan persoalan ingin mendapatkan sertifikat. Dibandingkan dengan mereka yang tidak ikut acara tetapi ingin dapat sertifikat, tentu mereka dari tipe pertama ini lebih mulia. 

Kedua, mereka yang ikut acara, ikut berproses, namun akhirnya berhenti. Ia tidak lagi menulis sama sekali. Jika dicermati mereka ini sesungguhnya sangat potensial namun potensi itu tidak dikembangkan. Faktor yang menjadi penyebabnya bermacam-macam. Setiap orang memiliki alasan tersendiri yang menjadikan dirinya tidak menulis lagi.

Ketiga, mereka yang ikut acara, ikut menulis, namun tidak rutin. Mereka dalam tipe ini tentu harus kita apresiasi. Sungguh tidak mudah merawat semangat menulis. Kadang bersemangat, kadang malas. Wajarlah Namanya juga manusia. Asal masih tetap terawat spiritnya maka itu harus terus dirawat. Saat semangat muncul segera ditindaklanjuti dengan menulis.

 

Keempat, mereka yang konsisten terus merawat menulis. Setiap hari selalu menulis. Ada saja yang ditulis. Tidak harus hal istimewa. Hal sederhana yang ada di sekitar merupakan sumber ide yang tidak pernah habis. 

Semua tipe itu baik. Tidak perlu saling merasa lebih baik. Jika diibaratnya piramida, empat tipe di atas seperti segitiga terbalik. Tipe pertama paling banyak. Semakin ke bawah menuju tip eke-4, semakin sedikit. 

Saya sudah bertahun-tahun mengisi acara dan mendampingi kelompok-kelompok kepenulisan. Bagi saya, ini dunia unik dan menarik. Dunia yang menghadirkan selaksa cerita tanpa tepi. Terus saja ada hal baru dan memberikan manfaat dalam hidup. Itulah sumber energi menulis yang membuat saya terus bertahan menekuninya. 

Mungkin aneh bagi orang lain. Tapi kata aneh tidak selalu berkonotasi negatif. Bisa juga berkonotasi positif. Mereka yang menekuni dunia menulis bisa jadi masuk kategori makhluk aneh karena sangat jarang yang melakukannya. Nah, jika ini definisinya maka semua orang dalam grup menulis yang membaca catatan sederhana ini termasuk makhluk aneh. 

Anda tidak setuju? Ya jawablah dengan tulisan. Aneh? Kan kita memang orang aneh. Begitu.

Saya yakin dengan usah yang lakukan dengan  semangat akan membuatkan dari kerja yang proposional dan cerdas .insalloh akan membuahkan hasil yang memuaskan . dengan sering membuat dari pertemuan- yang ada di pelatihan menulis ini akan membuatkan buku solo saya .terima kasih  Dr Ngainun Naim   ,ilmu yang sangat berguna bagi  saya .

Rusmana ST MM M.Si dari SMKN 5 jakarta



Komentar

Postingan populer dari blog ini

SUKSES TIDAK MELIHAT USIA

Kiat Pembelajaran Seumur hidup

Inovasi Merdeka Belajar dan Merdeka Mengajar.