INOVASI MERDEKA BELAJAR DAN MERDEKA MENGAJAR.
BAB 3. PROSES INOVASI PENDIDIKAN
1.
Pengertian Proses Inovasi
Pendidikan
Proses inovasi pendidikan adalah
serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh individu
atau organisasi, mulai sadar tahu adanya inovasi
sampai menerapkan
(implementasi) inovasi pendidikan. Kata proses mengandung arti bahwa aktivitas itu dilakukan dengan
memakan waktu dan setiap saat tentu terjadi
perubahan. Berapa lama waktu yang dipergunakan selama proses itu berlangsung akan berbeda antara orang atau
organisasi satu dengan yang lain tergantung
pada kepekaan orang atau organisasi terhadap inovasi. Demikian pula selama proses inovasi itu berlangsung
akan selalu terjadi perubahan yang berkesinambungan sampai proses itu dinyatakan berakhir.
Dalam mempelajari proses inovasi para
ahli mencoba mengidentifikasi kegiatan
apa saja yang dilakukan individu selama proses itu berlangsung serta perubahan apa yang terjadi dalam proses
inovasi, maka hasilnya diketemukan pentahapan proses inovasi seperti berikut:
a.
Beberapa Model Proses Inovasi
Yang berorientasi pada Individual, antara lain:
(1)
Lavidge & Steiner
(1961):
-
Menyadari
-
Mengetahui
-
Menyukai
-
Memilih
-
Mempercayai
- Membeli
(2) Colley (1961):
-
Belum menyadari
-
Menyadari
-
Memahami
-
Mempercayai
-
Mengambil tindakan
(3) Rogers (1962):
-
Menyadari
-
Menaruh perhatian
-
Menilai
-
Mencoba
-
Menerima (Adoption)
(4)
Robertson (1971):
-
Persepsi tentang masalah
-
Menyadari
-
Memahami
-
Menyikapi
-
Mengesahkan
-
Mencoba
-
Menerima
-
Disonansi
Tahap-Tahap Proses Inovasi |
Kegiatan pokok
pada tiap tahap proses inovasi |
I. Inisiasi (permulaan) |
Kegiatan pengumpulan informasi, konsep- |
|
tualisasi, dan perencanaan untuk
menerima |
|
inovasi, semuanya diarahkan untuk membuat |
|
keputusan menerima inovasi |
1. Agenda
setting |
Semua permasalahan umum
organisasi diru- |
|
muskan guna menentukan kebutuhan inovasi, |
|
dan diadakan studi lingkungan untuk |
|
menentukan nilai potensial inovasi bagi |
|
organisasi |
2.Penyesuaian |
Diadakan penyesuain antara masalah organisasi |
(matching) |
dengan inovasi yang
akan digunakan, ken- |
|
mudian direncanakan dan dibuat desain |
(6) Zaltman, Duncan & Holbek (1973):
- Tahap Permulaan (Inisiasi)
(1) Langkah pengetahuan dan kesadaran
(2) Langkah pembentukan sikap terhadap inovasi
- Tahap Implementasi
(1) Langkah awal implementasi
(2) Langkah kelanjutan pembinaan
Zaltman dan kawan-kawan membagi proses inovasi dalam organisasi menjadi dua tahap yaitu tahap permulaan (initiation stage) dan tahap
implementasi (implementation stage). Tiap tahap dibagi lagi menjadi beberapa langkah (sub stage).
I.
Tahap Permulaan
(Intiation Stage)
Jika inovasi dipandang sebagai suatu ide, kegiatan, atau
material yang diamati baru oleh unit
adopsi (penerima inovasi), maka tahu adanya inovasi
menjadi masalah yang pokok. Sebelum inovasi dapat diterima calon penerima harus sudah menyadari bahwa
ada inovasi, dan dengan demikian ada kesempatan untuk menggunakan inovasi
dalam organisasi. Sebagaimana telah kita bicarakan
pada waktu membicarakan proses keputusan inovasi,
maka timbul masalah mana yang dulu
tahu dan sadar ada inovasi atau merasa butuh inovasi. Maka Rogers dan Shoemakers mengemukakan seperti
mana dulu ayam atau telur, tergantung
situasinya. Mungkin dapat tahu dan sadar inovasi baru merasa
butuh atau sebaliknya.
Jika kita lihat kaitannya dengan organisasi, maka adanya kesenjangan penampilan (performance gaps) mendorong untuk mencari cara-cara baru atau inovasi. Tetapi juga dapat terjadi sebaliknya karena sadar akan adanya inovasi, maka pimpinan organisasi merasa bahwa dalam organisasinya ada sesuatu yang ketinggalan. Kemudian merubah hasil yang diharapkan, maka terjadi sejenjangan penampilan.
(2) Langkah pembentukan sikap terhadap inovasi
a) sikap terbuka terhadap inovasi, yang ditandai dengan ada
kemauan anggota organisasi untuk memeprtimbangkan inovasi.
(b) memiliki persepsi tentang potensi inovasi yang ditandai dengan adanya pengamatan yang menunjukkan:
-
bahwa ada kemampuan bagi organisasi untuk menggunakan inovasi.
-
organisasi telah pernah mengalami
keberhasilan pada masa lalu dengan menggunakan inovasi.
- adanya komitmen atau kemauan untuk bekerja dengan menggunakan inovasi serta siap untuk menghadapi kemungkinan timbulnya masalah dalam penerapan inovasi.
Dalam mempertimbangkan pengaruh
dari sikap anggota
organisasi terhadap proses
inovasi, maka perlu dipertimbangkan juga perubahan tingkah laku yang diharapkan oleh organisasi formal.
Jika terjadi perbedaan antara sikap individu terhadap
inovasi dengan perubahan tingkah laku
yang diharapkan oleh pimpinan organisasi, maka terjadi disonansi inovasi. Ada dua macam disonansi yaitu penerimaan
disonan dan penolak disonan.
Empat macam tipe disonan-konsonan berdasarkan sikap individu
terhadap inovasi dan perubahan tingkah laku yang diharapkan oleh
organisasi,dapat ditunjukkan dengan bagan sebagai berikut:
Sikap anggota terhadap inovasi |
Perubahan tingkah laku yang diharapkan oleh organisasi formal |
|
Menolak |
Menerima |
|
Tidak Menyukai |
I. Penolak konsonan |
II. Penerima disonan |
Menyukai |
III. Penolak disonan |
IV. Penerima konsonan |
(Rogers and Shoemaker, 1971:31)
(a) Anggota organisasi merubah sikapnya menyesuaikan dengan kemauan organisasi
(b)
Tidak melanjutkan menerima
inovasi, menyalahgunakan inovasi
atau menrapkan inovasi
dengan penyimpangan, disesuaikan dengan kemauan
anggota organisasi
Mohr (dikutip oleh Zaltman, 1973), mengemukakan bahwa berdasarkan hasil penelitiannya di bidang kesehatan, menunjukkan bahwa kemauan untuk menerima inovasi akan mengarah pada penerapan inovasi jika disertai adanya motivasi yang tinggi untuk mau berbuat serta tersedia bahan atau sumber yang diperlukan. Jika persediaan sumber bahan yang diperlukan (resources) tinggi, maka dampak terhadap motivasi untuk menerapkan inovasi dapat lipat 4 1/2 kali daripada jika persediaan sumber bahan rendah. Jadi untuk melancarkan proses inovasi, perlu mempertimbangkan berbagai variabel yang dapat meningkatkan motivasi serta tersedianya sumber bahan pelaksanaan (resources)
(3) Langkah pengambilan keputusan
Pada langkah ini segala informasi tentang potensi inovasi
dievaluasi. Jika unit pengambil
keputusan dalam organisasi menganggap bahwa inovasi
itu memang dapat diterima dan ia senang untuk menerimanya maka inovasi akan diterima dan diterapkan dalam organisasi.
Demikian pula sebaliknya jika unit pengambil keputusan tidak menyukai inovasi dan menganggap inovasi tidak bermanfaat maka ia kan menolaknya. Pada saat akan mengambil keputusan peranan
komunikasi sangat penting
untuk memeperoleh informaso
yang sebanyak-banyaknya tentang
inovasi. Sehingga keputusan
yang diambil benar-benar
mantap dan tidak terjadi salah pilih yang dapat mengakibatkan kerugian bagi organisasi.
II. Tahap Implementasi (Implementation Stage)
Pada langkah ini kegiatan yang dilakaukan oleh para anggota
organisasi ialah menggunakan inovasi atau menerapkan inovasi. Ada dua langkah yang dilakukan yaitu:
(1) Langkah awal (permulaan) implementasi
Pada langkah ini organisasi mencoba
menerapkan sebagian inovasi.
Misalnya setelah Dekan memutuskan bahwa semua dosen harus membuat persiapan mengajar dengan model Satuan
Acara perkuliahan, maka pada awal penerapannya setiap dosen diwajibkan membuat untuk satu mata kuliah
dulu, sebelum nanti akan berlaku untuk semua mata kuliah.
(2)
Langkah kelanjutan pembinaan
penerapan inovasi
Jika pada penerapan
awal telah berhasil, para anggota telah
mengetahui dan memahami
inovasi, serta memperoleh pengalaman dalam menerapkannya, maka tinggal melanjutkan dan menjaga kelangsungannya.
Lembaga pendidikan formal seperti
sekolah adalah suatu sub sistem dari sistem sosial. Jika terjadi perubahan
dalam sistem sosial,
maka lembaga
pendidikan formal tersebut juga akan mengalami perubahan maka hasilnya akan berpengaruh terhadap sistem sosial. Oleh karena itu suatu lembaga pendidikan mempunyai beban yang ganda yaitu melestarikan nilai-nilai budaya tradisional dan juga mempersiapkan generasi muda agar dapat menyiapkan diri menghadapi tantangan kemajuan jaman.
Motivasi yang mendorong perlunya
diadakan inovasi pendidikan jika dilacak
biasanya bersumber pada dua hal yaitu: (a) kemauan sekolah (lembaga pendidikan) untuk mengadakan respon terhadap tantangan
kebutuhan masyarakat, dan (b) adanya usaha untuk menggunakan sekolah
(lembaga pendidikan) untuk
memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Antara lembaga pendidikan dan sistem sosial terjadi hubungan yang erat
dan saling mempengaruhi. Misalnya
suatu sekolah telah dapat sukses menyiapkan tenaga yang terdidik sesuai denagn kebutuhan
masyarakat, maka dengan tenaga terdidik berarti tingkat kehidupannya meningkat,
dan cara bekerjanya juga lebih baik.
Tenaga terdidik akan merasa tidak puas jika bekerja yang tidak menggunakan kemampuan inteleknya, sehingga
perlu adanya penyesuaian denagn lapangan pekerjaan. Dengan demikian akan selalu terjadi
perubahan yang bersifat dinamis, yang
disebabkan adanya hubungan interaktif antara
lembaga pendidikan dan masyarakat.
Agar kita dapat lebih memahami tentang perlunya perubahan pendidikan atau kebutuhan adanya inovasi pendidikan dapat kita gali dari tiga hal yang sangat besar pengaruhnya terhadap kegiatan di sekolah, yaitu: (a)
Sebagai alasan mengapa orang memandang
tugas guru dalam mengajar mengandung banyak
kelemahan tersebut, antara lain dikemukakan bahawa:
(1)
Keberhasilan tugas guru dalam mengelola kegiatan
belajar mengajar sangat ditentukan oleh hubungan
interpersonal antara guru dengan siswa. Dengan demikian
maka keberhasilan pelaksanaan tugas tersebut, juga sangat
ditentukan oleh pribadi guru dan siswa. Dengan kemampuan guru yang sama belum tentu menghasilkan prestasi belajar yang sama jika menghadapi kelas yang berbeda,
demikian pula sebaliknya
dengan kondisi
kelas yang sama diajar oleh guru yang berbeda belum tentu dapat menghasilkan prestasi belajar yang sama, meskipun para guru tersebut semuanya telah memenuhi persyaratan sebagai guru yang profesional.
(2) Kegiatan belajar
mengajar di kelas merupakan kegiatan
yang terisolasi.
Pada waktu guru mengajar dia tidak mendapatkan balikan dari teman
sejawatnya. Kegiatan guru di kelas merupakan kegiatan yang terisolasi dari kegiatan kelompok. Apa yang dilakukan guru di kelas tanpa
diketahui oleh guru yang lain. Dengan
demikian maka sukar untuk mendapatkan kritik untuk pengembangan profesinya. Ia menganggap bahwa yang dilakukan
sudah merupakan cara yang terbaik.
(3)
Berkaitan dengan kenyataan di atas tersebut,
maka sanagat minimal
bantuan teman sejawat untuk memeberikan bantuan saran atau kritik guna peningkatan kemampuan profesionalnya. Apa yang dilakukan
guru di kelas seolah-olah sudah merupakan hak mutlak tanggungjawabnya,
orang lain tidak boleh ikut campur
tangan. Padahal apa yang dilakukan mungkin masih banyak kekurangannya.
(4) Belum ada kriteria yang baku tentang bagaimana pengelolaan kegiatan belajar mengajar yang efektif. Dan memang untuk membuat kriteria keefektifan proses belajar mengajar sukar ditentukan karena sangat banyak variabel yang ikut menentukan keberhasilan kegiatan belajar siswa. Usaha untuk membuat kriteria tersebut sudah dilakukan misalnya dengan digunakannya APKG (Alat Penilai Komptensi Guru).
(5) Dalam melaksanakan tugas mengelola kegiatan belajar mengajar, guru menghadapi sejumlah siswa yang berbeda satu dengan yang lain baik mengenai kondisi fisik, mental intelektual, sifat, minat, dan latar belakang sosial ekonominya. Guru tidak mungkin dapat melayani siswa dengan memperhatikan perbedaan individual satu dengan yang lain, dalam jam- jam pelajaran yang sudah diatur dengan jadual dan dalam waktu yang sangat terbatas.
(6)
Berdasarkan data adanya perbedaan
individual siswa, tentunya lebih tepat jika
pengelolaan kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan cara yang sangat fleksibel, tetapi kenyataannya
justru guru dituntut untuk mencapai perubahan
tingkah laku yang sama sesuai dengan ketentuan yang telah dirumuskan. Jadi anak yang berbeda harus
diarahkan menjadi sama. Jika guru tidak dapat mengatasi
masalah ini dapat menimbulkan anggapan
diragukan kualitas
profesionalnya.
(7) Guru juga menghadapi tantangan dalam uasaha untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya, yaitu tanpa adanya keseimbangan antara kemampuan dan wewenangnya mengatur beban tugas yang harus dilakukan, serta tanpa bantuan dari lembaga dan tanpa adanya insentif yang menunjang kegiatannya. Ada kemauan guru untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya, mungkin dengan cara belajar sendiri atau mengikuti kuliah di perguruan tinggi, tetapi tugas yang harus dilakukan masih terasa berat, jumlah muridnya dalam satu kelas 50 orang, masih
ditambah tugas administratif, ditambah lagi harus melakukan kegiatan
untuk menambah penghasilan karena gaji pas-pasan, dan masih banyak
lagi faktor yang lain. Jadi program pertumbuhan jabatan atau peningkatan profesi
guru mengalami hambatan.
(8)
Guru dalam melaksanakan tugas mengelola kegiatan
belajar mengajar mengalami kesulitab untuk menentukan
pilihan mana yang diutamakan karena
adanya berbagai macam tuntutan. Dari satu segi meminta agar guru mengutamakan keterampilan proses belajar,
tetapi dari sudut lain dia dituntut harus menyelesaikan sajian materi kurikulum
yang harus diselesaikan sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan, karena menjadi bahan
ujian negara/nasional. Demikian pula dari satu segi guru dituntut menekankan perubahan tingkat laku afektif, tetapi dalam
evaluasi hasil belajar yang dipakai
untuk menentukan kelulusan
siswa hanya mengutamakan aspek kognitif. Apa yang
harus dipilih guru? Melayani semua tuntutan?
Dari data tersebut menunjukkan bagaimana uniknya kegiatan belajar mengajar, yang memungkinkan timbulnya peluang untuk munculnya pendapat bahwa profesional guru diragukan bahkan ada yang mengatakan bahwa jabatan guru itu ”semi profesional” , karena jika profesional yang penuh tentu akan memberi peluang pada anggotanya untuk: (a) menguasai kemampuan profesional yang ditunjukkan dalam penampilan, (b) memasuki anggota profesi dan penilaian terhadap penampilan profesinya, diawasi oleh kelompok
profesi, (c) ketentuan untuk berbuat profesional, ditentukan bersama antar sesama anggota profesi. (Zaltman, Florio, Sikoski, 1977).
Dengan berdasarkan adanya kelemahan-kelemahan
dalam pelaksanaan pengelolaan
kegiatan belajar mengajar tersebut maka dapat merupakan sumber motivasi perlunya ada inovasi
pendidikan untuk mengatasi
kelemahan tersebut, atau bahkan dari sudut pandang
yang lain dapat juga dikatakan
bahwa dengan adanya kelemahan-kelemahan itu maka sukar penerapan inovai pendidikan secara efektif.
Satu keunikan dari sistem pendidikan
ialah baik pelaksana maupun klien
(yang dilayani) adalah kelompok manusia. Perencana inovasi pendidikan harus
memperhatikan mana kelompok
yang mempengaruhi dan kelompok yang dipengaruhi
oleh sekolah (sistem pendidikan).
Faktor
internal yang mempengaruhi pelaksanaan sistem pendidikan dan dengan sendirinya juga inovasi pendidikan ialah siswa.
Siswa sangat besar pengaruhnya terhadap
proses inovasi karena tujuan pendidikan untuk mencapai perubahan
tingkah laku siswa. Jadi siswa
sebagai pusat perhatian
dan bahan pertimbangan dalam melaksanakan berbagai
macam kebijakan pendidikan.
Faktor eksternal yang mempunyai pengaruh dalam proses inovasi pendidikan ialah orang tua. Orang tua murid ikut mempunyai peranan dalam menunjang kelancaran proses inovasi pendidikan, baik ia sebagai penunjang secara moral membantu dan mendorong kegiatan siswa untuk melakukan kegiatan belajar sesuai dengan yang diharapkan sekolah, maupun sebagai penunjang pengadaan dana.
Para ahli pendidik (profesi pendidikan)
merupakan faktor internal dan juga
faktor eksternal, seperti: guru, administrator pendidikan, konselor, terlibat secara langsung dalam proses pendidikan
di sekolah. Ada juga para ahli yang di
luar organisasi sekolah tetapi ikut terlibat dalam kegiatan sekolah seperti: para pengawas, inspektur, penilik sekolah, konsultan, dan mungkin juga pengusaha
yang membantu pengadaan fasilitas sekolah. Demikian pula para panatar guru, staf pengembangan dan
penelitian pendidikan, para guru besar, dsoen, dan organisasi persatuan
guru, juga merupakan
faktor yang sangat
besar pengaruhnya terhadap
pelaksanaan sistem pendidikan atau inovasi pendidikan. Namun apakah mereka termasuk
faktor internal atau eksternal agak
sukar dibedakan, karena guru sebagai faktor internal tetapi juga menjadi anggota
organisasi persatuan guru, yang dapat dipandang sebagai
faktor eksternal.
Yang penting untuk diketahui bahwa seorang yang akan merencanakan inovasi pendidikan, ahrus memperhatikan berbagai faktor tersebut, apakah itu internal atau eksternal.
c. Sistem Pendidikan (Pengelolaan dan Pengawasan)
Dalam penyelenggaraan pendidikan di
sekolah diatur dengan aturan yang dibuat oleh pemerintah. Penanggung jawab sistem pendidikan di Indonesia adalah Departemen Pendidikan Nasional yang
mengatur seluruh sistem berdasarkan ketentuan-ketentuan yang diberlakukan.
Dalam kaitan dengan adanya berbagai macam aturan dari pemerintah tersebut maka timbul permasalahan sejauh mana batas kewenangan guru untuk mengambil kebijakan dalam melakukan tugasnya dalam rangka menyesuaikan dengan kondisi dan situasi setempat. Demikian pula sejauh mana kesempatan yang diberikan kepada guru untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya guna menghadpi tantangan kemajuan jaman. Dampak dari keterbatasan kesempatan meningkatkan kemampuan profesional serta keterbatasan kewenangan mengambil kebijakan dalam melaksanakan tugas bagi guru, dapat menyebabkan timbulnya siklus otoritas yang negatif. Siklus otoritas yang negatif bagi guru yang dikemukakan oleh Florio (1973) yang dikutip oleh Zaltman (1977) adalah guru memiliki keterbatasan kewenangan dan kemampuan profesional, menyebabkan tidak mampu untuk mengambil kebijakan dalam melaksanakan tugasnya untuk menghadapi tantanagan kemajuan jaman. Rasa ketidakmampuan menimbulkan frustasi dan bersikap apatis terhadap tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Sikap apatis dan rasa frustasi mengurangi rasa tanggung jawab dan rasa ikut terlibat (komitmen) dalam pelaksanaan tugas. Dampak dari sikap apatis,
http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-MODES/INOVASI_PENDIDIKAN/Modul_2-Proses_Inovasi_Pendidikan.pdf
#Febuari ceria PGRI
# PGRI semakin jaya dan Abadi.
# Hari ke dua puluh Tujuh.
Komentar
Posting Komentar